Kecanduan Judol, Pria Ini Nekat Jambret 8 Kali di Bantul

Jambret Karena Judol, Demi Susu Anak
Jambret Karena Judol, Demi Susu Anak

Kasus penjambretan yang terjadi di Bantul, DIY, mengungkap sisi gelap dari dampak kecanduan judi online. Seorang pria asal Kulon Progo berinisial AFP (29) ditangkap setelah melakukan aksi jambret sebanyak delapan kali di wilayah Bantul. Yang mengejutkan, jambret demi susu uang habis untuk judol jadi pengakuan jujur dari tersangka.

Menurut keterangan dari Kasi Humas Polres Bantul, AKP I Nengah Jeffry, penangkapan bermula dari laporan dua korban di wilayah Sanden yang kehilangan kalung emasnya saat berkendara. Penyelidikan mengarah pada AFP, yang akhirnya diamankan di Galur, Kulon Progo.

“AFP menyasar ibu-ibu dan anak perempuan yang memakai kalung emas. Setelah melihat target, ia langsung memepet dan merampas kalung,” ujar Jeffry.

AFP menggunakan berbagai motor berbeda saat beraksi agar tidak mudah di lacak. Ia juga selalu berpindah lokasi, mulai dari Sanden, Srandakan, Bambanglipuro, hingga pusat kota Bantul. Semua aksinya dilakukan sejak Desember 2024 hingga Juni 2025.

Kasus ini membuka mata bahwa dampak kecanduan judol bukan hanya soal uang habis, tapi juga bisa memicu tindakan kriminal karena tekanan ekonomi.

Baca Juga : Polda Riau Tangkap 12 Tersangka Judol Higgs Domino, Ada Pemodal dan Operator

Pengakuan Pelaku: Dari Sawah ke Jalanan, Demi Susu Anak

Dalam pengakuannya, AFP mengaku awalnya hanya iseng mencoba judi online. Namun dalam hitungan bulan, kebiasaannya berubah menjadi kecanduan. Uang hasil kerja di sawah habis untuk taruhan digital, hingga kebutuhan keluarga terbengkalai. Jambret karena judol pun jadi jalan pintas yang ia pilih demi memenuhi kebutuhan anak.

“Saya cuma kerja di sawah, terus uangnya habis buat judol. Akhirnya gak bisa beli susu sama pampers buat anak,” ujar AFP.

Ia mengaku nekat karena terdesak kebutuhan anak. AFP sadar bahwa perbuatannya salah, namun tekanan ekonomi dan kecanduan membuatnya merasa tak punya pilihan. Dalam kondisi frustrasi, ia mengendarai motor berkeliling mencari target yang bisa di jambret.

Targetnya selalu acak, namun cenderung memilih perempuan yang berkendara sendirian dan memakai perhiasan mencolok. Ia mengaku kadang menggunakan motor orang tuanya agar tak di kenali atau di curigai saat beraksi.

“Kalau di tanya takut ya jelas takut. Tapi waktu itu pikirannya cuma satu: saya harus beli susu buat anak,” katanya.

Cerita AFP menjadi pengingat bahwa banyak pelaku kriminal tidak lahir dari niat jahat semata, tapi juga dari tekanan hidup yang tidak tersalurkan dengan sehat.

Pola Penjambretan dan Lokasi Aksi: Bergerak Tanpa Jejak

Polisi mencatat AFP telah melakukan penjambretan di 4 wilayah berbeda di Bantul: Sanden, Srandakan, Bambanglipuro, dan Bantul Kota. Dalam setiap aksinya, AFP selalu berganti kendaraan dan rute agar tidak meninggalkan pola yang mudah di tebak.

“Ia berputar-putar mencari korban yang mengenakan kalung emas. Setelah yakin, ia langsung memepet dan merampas,” jelas AKP Jeffry.

Modus seperti ini sebenarnya sering terjadi, namun kombinasi antara kebutuhan ekonomi dan kecanduan digital membuat kasus AFP jadi sorotan. Ia menghindari kekerasan fisik langsung, tapi tetap mengandalkan kecepatan dan kejutan agar korban tidak sempat melawan.

AFP juga menghindari tempat dengan kamera pengawas dan selalu mencari lokasi sepi. Selain itu, ia menyembunyikan identitas dengan pakaian berbeda dan masker.

Sayangnya, aksinya akhirnya terhenti saat dua korban melapor hampir bersamaan dan menyebut ciri-ciri pelaku. Polisi segera melakukan penyelidikan berdasarkan rekaman CCTV dan pola gerak di jalanan Sanden dan sekitarnya.

Hukum Menanti: AFP Terancam 9 Tahun Penjara

Atas perbuatannya, AFP di jerat dengan Pasal 365 Ayat (1) KUHP tentang pencurian dengan kekerasan. Ia terancam hukuman maksimal sembilan tahun penjara. Proses hukum akan tetap berjalan meskipun motif yang di ungkapkan adalah tekanan ekonomi.

“Motif apa pun tidak membenarkan tindakan kriminal. Ini tetap perampasan paksa yang melanggar hukum,” tegas AKP Jeffry.

Namun demikian, kasus ini memunculkan pertanyaan soal bagaimana seharusnya pemerintah dan masyarakat menangani kecanduan judol yang kini semakin masif. Banyak orang yang awalnya hanya mencoba, lalu kehilangan kendali hingga berdampak pada kehidupan keluarga bahkan merugikan orang lain.

Kepolisian mengingatkan masyarakat agar segera melapor jika melihat atau mengalami perampasan jalanan. Peningkatan pengawasan dan literasi digital juga menjadi bagian dari pencegahan agar kasus serupa tidak terus berulang.

Judol & Kejahatan Jalanan: Kombinasi Berbahaya di Tengah Masyarakat

Kasus AFP adalah contoh nyata bahwa judi online bukan sekadar ancaman digital, tapi juga pemicu kriminalitas di dunia nyata. Saat uang habis karena kalah taruhan, dan kebutuhan keluarga mendesak, pelaku bisa nekat mengambil jalan pintas.

Bantul dan Kulon Progo bukan kali pertama mencatat kasus kriminal akibat judol. Beberapa kasus pencurian hingga penggelapan juga terjadi dengan motif serupa. Pemerintah daerah perlu bertindak lebih cepat dalam memberikan solusi, mulai dari edukasi digital hingga akses bantuan sosial bagi keluarga berisiko.

Selain itu, platform digital seperti penyedia game atau aplikasi taruhan harus lebih ketat dalam memfilter konten yang bisa di akses publik, terutama anak muda dan orang tua dengan tekanan ekonomi.

Kasus jambret demi susu uang habis untuk judol bukan hanya mencerminkan krisis pribadi, tapi juga krisis sosial yang harus ditangani secara sistemik.