Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memberikan klarifikasi resmi terkait sosok bernama Raihan yang sempat menghebohkan publik. Raihan di sebut-sebut sebagai tenaga ahli KPK dalam persidangan kasus judi online Kominfo, namun kini klarifikasi KPK menegaskan bahwa ia bukan bagian dari lembaga tersebut.
Dalam sidang yang di gelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18 Juni 2025), Raihan mengaku menerima aliran dana sebesar Rp 200 juta. Dana tersebut di berikan oleh terdakwa Adhi Kismanto, usai keduanya bekerja sama membuat aplikasi pelacak situs-situs judi online bernama Clandestine.
Namun, Jubir KPK Budi Prasetyo menegaskan bahwa Raihan bukan tenaga ahli atau pegawai KPK. Ia hanya pernah hadir sebagai narasumber untuk kepentingan pengelolaan data dan informasi di KPK.
“Kami sampaikan bahwa saudara Raihan bukan pegawai KPK, namun yang bersangkutan memang pernah menjadi narasumber,” ujar Budi di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (19/6/2025).
Penjelasan ini sekaligus menepis spekulasi publik yang menyebutkan bahwa KPK terlibat langsung dalam proyek pengamanan situs judi online melalui aplikasi yang di kembangkan oleh Raihan.
Baca Juga : Karyawan SPBU Bobol Laci Setoran Demi Utang Pinjol
Narasumber Bukan Pegawai Tetap KPK
Dalam keterangannya, Budi menegaskan bahwa status narasumber berbeda dengan tenaga ahli atau pegawai tetap. Narasumber dipanggil berdasarkan kebutuhan dan memiliki jam kerja terbatas untuk tugas tertentu.
“Jenis pekerjaannya hanya beberapa jam untuk tugas yang sangat spesifik, sesuai bidang keahliannya,” jelasnya. Hal ini berarti Raihan tidak pernah memiliki status resmi atau hubungan kerja penuh waktu dengan lembaga antirasuah tersebut.
Budi juga menjelaskan bahwa narasumber seperti Raihan hanya hadir untuk mendukung pekerjaan internal, dan tidak mengikat secara profesional dalam proyek-proyek lain di luar KPK. Artinya, keterlibatan Raihan dalam pengembangan aplikasi Clandestine sepenuhnya merupakan kesepakatan pribadi di luar institusi.
Dengan penegasan ini, KPK ingin memastikan bahwa lembaga tetap menjaga integritas dan tidak ikut dalam praktik atau proyek yang berkaitan dengan pihak yang sedang di sidik, apalagi jika melibatkan dana tidak resmi.
Raihan dan Komisi Rp 200 Juta dari Developer Judol
Di dalam persidangan, Raihan mengaku menerima komisi Rp 200 juta dari Adhi Kismanto, salah satu terdakwa dalam kasus pengamanan situs judi online. Dana tersebut merupakan imbalan atas pengembangan aplikasi Clandestine yang di gunakan untuk melacak situs-situs judol.
Kerja sama itu di sebut berlangsung pada 2023, dengan Raihan berperan sebagai developer independen. Setelah aplikasi rampung pada 2024, Raihan menerima pembayaran secara tunai dari Adhi.
Pernyataan ini menjadi sorotan publik karena muncul kesan seolah-olah KPK turut terlibat dalam proyek yang di warnai aliran dana dari terdakwa. Namun dengan klarifikasi dari KPK, hubungan antara Raihan dan KPK di pastikan hanya sebatas narasumber teknis sementara.
“Aplikasi itu murni berdasarkan kesepakatan pribadi antara Raihan dan Adhi. Tidak ada kaitan dengan KPK,” tegas Budi.
Poin ini penting karena mencuat di tengah polemik mengenai praktik penyalahgunaan kewenangan atau konflik kepentingan oleh pihak eksternal yang mencoba menggunakan nama lembaga negara untuk pembenaran tindakan pribadi.
Inspektorat KPK Telusuri Informasi Tambahan
Meskipun status Raihan sudah di klarifikasi, KPK tetap mengambil langkah preventif melalui inspeksi internal. Inspektorat KPK di sebut akan menelusuri informasi tambahan terkait kemungkinan pelanggaran lain.
“Inspektorat akan mendalami informasi ini, apakah ada dugaan pelanggaran yang terkait dengan KPK-nya,” terang Budi.
Langkah ini di tempuh sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas lembaga dalam menanggapi informasi sensitif yang berpotensi mencoreng nama baik institusi. KPK juga berharap publik memahami bahwa kehadiran seseorang sebagai narasumber bukan berarti yang bersangkutan menjadi bagian resmi lembaga.
Publik di imbau untuk berhati-hati dalam menanggapi informasi yang belum lengkap. Kasus seperti ini menunjukkan betapa pentingnya klarifikasi dan komunikasi resmi dalam menjaga reputasi lembaga penegak hukum.
KPK juga mengingatkan agar siapa pun yang pernah bekerja sama sebagai narasumber, konsultan, atau ahli tidak menyalahgunakan status tersebut untuk keperluan pribadi, apalagi hingga berdampak hukum.
Refleksi atas Proyek Digital dan Pengawasan Eksternal
Kasus ini menjadi refleksi penting tentang perlunya pengawasan ketat terhadap proyek-proyek digital yang mengatasnamakan instansi resmi. Maraknya teknologi pelacakan, sistem deteksi, hingga proyek IT yang dibuat secara independen perlu dipantau secara serius.
Meskipun teknologi seperti aplikasi Clandestine memiliki potensi besar untuk mendeteksi situs-situs judi online, proyek tersebut tetap harus dikembangkan dalam koridor hukum dan etika yang jelas. Jika tidak, hal ini justru membuka celah penyalahgunaan dana, konflik kepentingan, hingga pencatutan nama lembaga.
KPK berkomitmen menjaga batas profesionalitas dalam bekerja sama dengan pihak luar. Narasumber seperti Raihan hanya sebatas pelengkap informasi teknis, dan bukan bagian dari lembaga secara struktural.
Dengan berkembangnya kasus ini, publik diharapkan semakin cerdas menyaring informasi, dan tidak mudah percaya pada klaim status profesional tanpa verifikasi. KPK akan terus berupaya menjaga kredibilitasnya dan bertindak cepat jika ada pihak yang mencoba membawa nama lembaga demi keuntungan pribadi.